Kamis, 24 April 2014

KASUS RHEUMATOID ARTHRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

Artritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimmune yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi adalah target utama. Manifestasi klinik klasik AR adalah poliarthritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya komorbiditas. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit.
Terdapat berbagai prevalensi kasus AR di daerah di Indonesia. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%).
Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.


BAB II
LAPORAN KASUS

Sesi 1
            Wanita 40 tahun, perokok, datang berobat kepada seorang GP dengan keluhan nyeri pangkal jari-jari tangan.
            Pada anamnesis dan pemeriksaan selanjutnya, sendi yang nyeri dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat,  pada kedua tangan di metacarpophalangeal . pasien sedang  minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini.

Sesi 2
            Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternyata pagi hari sendi-sendi pangkal jari tangan kiri dan kanan kaku lebih dari ! jam. Rupanya keluhan tersebut telah berlangsung sekitar 2 bulan. Pasien sudah minum obat-obat “rematik” sendiri.
            Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan asam urat 9 mg/dL dan RF (-)



BAB III
PEMBAHASAN

3.1    IDENTIFIKASI PASIEN
Nama                                     :     X
Umur                                     :     40 tahun
Jenis kelamin                         :    Perempuan
Status perkawinan                 :     -
Alamat                                  :     -
Agama                                   :     -

3.2  ANAMNESIS
Keluhan utama                            :          Nyeri pangkal jari-jari tangan
Riwayat penyakit sekarang         :          -
Riwayat penyakit dahulu            :          -          
Riwayat hidup dan kebiasaan     :          perokok, sedang minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini, sudah minum obat-obat rematik sendiri.

Anamnesis tambahan yang diperlukan, sebagai berikut:
·         Kapan nyeri terjadi ?
Ini untuk mengindikasikan apakah pasien sakit reumatoid artritis, osteoartritis ataukah gout, karena pada ketiga penyakit tersebut memiliki sifat nyeri yang berbeda dimana reumatoid artritis lebih sering terjadi pada pagi hari sedangkan pada osteoartritis terjadi setelah melakukan suatu aktivitas tertentu dan gout lebih sering terjadi pada sore hari tanpa didahului oleh aktivitas tertentu.
·         Pada saat nyeri berlangsung, apakah daerah nyeri tampak bengkak, hangat dan merah atau tidak ?
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa jika pada daerah nyeri tampak bengkak, hangat dan merah ini menandakan bahwa adanya inflamasi. Dan inflamasi dapat terjadi pada reumatoid artritis dan gout.
·         Sejak kapan rasa nyeri dirasakan ?
Hal ini untuk mengindikasikan perjalanan penyakit antara akut ataukah kronis.
·         Selain nyeri di metacarpophalangeal dimana lagi nyeri tersebut terjadi ?
Jika meluas ke sendi-sendi besar hal ini mengindikasikan kepada osteoartritis
·         Nyerinya pada kanan atau kiri saja apa kanan kiri ?
Jika nyeri simetris biasanya terjadi pada reumatoid artritis sedangkan jika asimetris kemungkinannya osteoartritis dan gout.

3.3    PEMERIKSAAN FISIK
Suhu                            : -
Denyut Nadi               : -
Tekanan Darah            : -
Pernapasan                  : -
Keluhan Utama           : Nyeri pangkal jari – jari tangan
Keluhan Tambahan     : Sendi nyeri dan bengkak.
Kemerahan dan teraba hangat pada kedua tangan di metacarpophalangeal.
3.4  PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan sebagai berikut:
·         Faktor reumatoid
Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada beberapap penyakit seperti ; SLE ,sklerodema, penyakit keganasan,sarkoidosis, infeksi (virus,parasit atau bakteri)

·         Laju endap darah
Sering meningkat >30 mm/jam, bisa digunakan untuk memonitor perjalan penyakit

·         C-reactive protein
Umumnya meningkat sampai . 0,7 picogram/mL. Bisa digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit


·         Foto polos (plain radiograph)
Terlihat adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data dasar,sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya.

·         MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Mampu mendeteksi adanya erosi  sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos, tampilan struktur sendi lebih rinci

·         Pemeriksaan cairan sendi
Dilakukan jika diagnosa meragukan . pada AR tidak ditemukan kristal kultur negatif dan kadar glukosit rendah.

Sedangkan pada pasien didapatkan hasil sebagai berikut:
·         Hb 12 g%.
      Nilai normal Hb pada wanita dewasa adalah 11,5 - 16,5 g/dl). Maka, kadar Hb pada pasien ini masih dalam batas normal.

·         Kadar Leukosit 7500/mm3.
      Nilai normal leukosit adalah 5000 - 10000/mm3. Maka, kadar leukosit pada pasien ini masih dalam batas normal.

·         LED 25 mm/jam.Nilai normal LED untuk wanita dewasa :
-westergren à  <15 mm/jam
-wintrobe à  <20 mm/jam
Menurut ICSH ( international commitee for standarization in hematology) yg dianjurkan untuk pemeriksaan hematologi adalah westergren. Kadar LED pada pasien ini meningkat diakibatkan penyakit kronis yang dideritanya, yaitu penyakit kronis TBC yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok pada pasien. Sedangkan untuk penyakit RA itu sendiri masih pada stadium awal atau stadium dini karena hasil RF pasien (-).

·         Differential count : 0/2/2/70/20/6. Secara keseluruhan nilai basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit adalah normal pada pasien ini.







3.4           DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja dapat di tegakkan berdasarkan kriteria :
Pada awalnya American College of Rheumatology mendefinisikan criteria sebagai acuan untuk menegakkan diagnosis RA, tetapi pada tahun 2010 dilakukan revisi terhadap criteria tersebut.
American College of Rheumatology telah didefinisikan (1987) kriteria berikut untuk klasifikasi Rheumatoid Arthritis:
Pagi kekakuan> 1 jam setiap pagi selama minimal 6 minggu.
1.      Arthritis dan jaringan lunak pembengkakan> 3 dari 14 sendi / kelompok bersama, hadir selama minimal 6 minggu
2.      Arthritis sendi tangan (metacarpophalanx dan proximal interphalanx) , hadir selama minimal 6 minggu
3.      Symmetric arthritis, hadir selama minimal 6 minggu
4.      Nodul subkutan di tempat-tempat tertentu
5.      Rheumatoid Faktor pada tingkat di atas persentil ke-95
6.      Radiologi sugestif erosi sendi perubahan
Setidaknya empat kriteria yang harus dipenuhi untuk klasifikasi sebagai RA. Kriteria ini tidak dimaksudkan untuk diagnosis klinis untuk perawatan rutin namun ditujukan untuk mengkategorikan penelitian.3

The 2010 ACR-EULAR classification criteria for rheumatoid arthritis


Score
Target population (Who should be tested?): Patients who
  1. have at least 1 joint with definite clinical synovitis (swelling)*
  2. with the synovitis not better explained by another disease


Classification criteria for RA (score-based algorithm: add score of categories A–D;
a score of ≥6/10 is needed for classification of a patient as having definite RA)

A. Joint involvement §

1 large joint
0
2-10 large joints
1
1-3 small joints (with or without involvement of large joints)#
2
4-10 small joints (with or without involvement of large joints)
3
>10 joints (at least 1 small joint)**
5
B. Serology (at least 1 test result is needed for classification)††

Negative RF and negative ACPA
0
Low-positive RF or low-positive ACPA
2
High-positive RF or high-positive ACPA
3
C. Acute-phase reactants (at least 1 test result is needed for classification)‡‡

Normal CRP and normal ESR
0
Abnormal CRP or abnormal ESR
1
D. Duration of symptoms§§

<6 weeks
0
≥6 weeks
1

* Kriteria tersebut ditujukan untuk klasifikasi pasien yang baru. Selain itu, pasien dengan penyakit erosif khas rheumatoid arthritis (RA) dengan sejarah yang kompatibel dengan pemenuhan sebelumnya dari kriteria 2010 diklasifikasi sebagai pengidap penyakit RA. Pasien dengan penyakit menetap, termasuk mereka yang penyakitnya tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan) yang berdasarkan data retrospektif, sebelumnya telah memenuhi kriteria tahun 2010 harus diklasifikasikan sebagai memiliki RA.

† Diagnosa Diferensial bervariasi antara pasien dengan presentasi yang berbeda, dapat mencakup kondisi seperti SLE, arthritis psoriasis, dan asam urat. Jika tidak jelas tentang diagnosa diferensial yang relevan untuk dipertimbangkan, harus dikonsultasikan harus dikonsultasikan kepada ahli rheumatologist.

Walaupun pasien dengan skor <6/10 tidak diklasifikasikan sebagai memiliki RA, status mereka dapat ditinjau kembali dan kriteria dapat dipenuhi secara kumulatif dari waktu ke waktu.

§ Sendi yang terlibat mengacu pada setiap sendi yang bengkak atau sendi tender pada pemeriksaan yang dapat dilihat dengan gambar sinovitis. Sendi interphalangeal distal, sendi carpometacarpal pertama, dan sendi metatarsophalangeal pertama dikecualikan dari penilaian. Kategori distribusi gabungan diklasifikasikan sesuai dengan lokasi dan jumlah sendi yang terlibat, dengan penempatan ke dalam kategori tertinggi yang mungkin didasarkan pada pola keterlibatan sendi.

¶ “Sendi besar” mengacu kepada sendi bahu, sendi panggul, sendi lutut, dan sendi pergelangan kaki.
# “Sendi kecil” mengacu kepada sendi metacarpophalangeal, sendi interphalangeal proximal, sendi metatarsophalangeal kedua sampai kelima, sendi ibu jari interphalangeal, dan sendi pergelangan tangan.
** Dalam kategori ini, setidaknya 1 dari sendi yang terlibat berupa sendi kecil, sendi lainnya dapat mencakup kombinasi dari sendi besar dan tambahan sendi kecil, serta sendi lain tidak secara khusus tercantum di tempat lain (misalnya, temporomandibular, acromioclavicular, sternoklavikularis , dll).

† † negatif mengacu pada nilai-nilai IU yang kurang dari atau sama dengan batas atas normal (ULN) untuk uji laboratorium dan assay, low-positif mengacu pada nilai-nilai IU yang lebih tinggi dari ULN tetapi ≤ 3 kali ULN untuk uji laboratorium dan assay, high-positif mengacu pada nilai-nilai IU yang> 3 kali ULN untuk uji laboratorium dan assay. Dimana Informasi faktor rheumatoid (RF) hanya tersedia positif atau negatif, hasil positif harus mencetak low-positif untuk RF. ACPA = anti-citrullinated protein antibodi.

‡ ‡ Normal / abnormal ditentukan oleh standar laboratorium lokal. CRP = C-reactive protein, ESR = laju endap darah.

§ § Durasi gejala mengacu pada laporan-diri pasien durasi tanda-tanda atau gejala sinovitis (misalnya nyeri, pembengkakan, tender) sendi yang terlibat pada saat penilaian klinis, terlepas dari status pengobatan.

3.5           DIAGNOSIS BANDING
·         Osteo arthritis
·         Gout arthritis
·         Polimialgia reumatik


3.6           PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari penatalaksanan pada Atritis Reumatoid adalah:
-          Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
-          Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
-          Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
-          Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah:
Asimptomatik:
-          Memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita.
-          Istirahat merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
-          Latihan Fisik dan Termoterapi Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Simptomatik :
            Pemberian  obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Pemberian OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Prednison (glukokortikosteroid) kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Atau pemakaian obat-obatan golongan DMARD, seperti leflunomide, infliximab, dan etanercept. Sulfasalazin atau hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.

3.7           PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Karena pada penyakit rheumatoid artritis tidak merusak organ-organ vital yang menyebabkan kematian.

Ad fungsionam : dubia ad bonam
Karena hasil reumatoid faktornya masih negatif dan belum ditemukan tanda-tanda destruksi tulang, kartilago, fibrosis dan belum Ada komplikasi yang timbul akibat ra Nya pada pasien ini.

Ad sanationam : dubia ad bonam
Karena kemungkinan penyebab Utama pada kasus ini adalah penyakit TBC yang mencetuskan terjadinya rheumatoid artritis, apabila penyakit tbcnya diberikan terapi secara adekuat dan pasien menjaga Gaya hidup yang sehat maka kemungkinan rekurensi dari penyakit tbc sebagai penyebab ra pada kasus ini dapat dicegah.









BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 AUTOIMUNITAS
4.11 Definisi
1.      Autoimunitas didefiniskan sebagai respon imun yang melawan antigen diri. Faktor-faktor yang berperan dalam mengembangkan autoimunitas adalah kerentanan gen dan lingkungan, seperti infeksi.   
4.12  Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun terdiri dari dua golongan, yaitu :
1.     Khas organ (organ specific) dengan pembentukan antibodi pada organ spesifik; contoh : Thiroiditis, dengan auto-antibodi terhadap tiroid; Diabetes Mellitus, dengan auto-antibodi terhadap pankreas; sclerosis multiple, dengan auto-antibodi terhadap susunan saraf; penyakit radang usus, dengan auto-antibodi terhadap usus.
2.      Bukan khas organ (non-organ specific), dengan pembentukan auto antibodi yang tidak terbatas pada satu organ.
Contoh : Systemic lupus erythemathosus (SLE), arthritis rheumatoid, vaskulitis sistemik dan scleroderma, dengan auto-antibodi terhadap berbagai organ.








4.2 KASUS RHEUMATIK
Ada 4 jenis kasus rheumatic yang sering terjadi yaitu :
-          Reumathoid Arthritis
Penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang walaupun mengenai jaringan persendian, sering kali juga melibatkan organ tubuh lainnya.1

-          Gout arthritis
Penyakit yang sering tersebar di seluruh dunia. Gout arthritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat super saturasi asam urat di dalam cairan ekstra seluler.2

-          Osteo arthritis
Penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA.3

-          Polimialgia reumatik
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan yang terutama menyerang ekstremitas proximal, leher,  bahu, dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau lanjut usia, sekitar 50 tahun ke atas.

4.3 ARTRITIS REUMATOID
Arthritis Reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dam progresif, dimana sendi merupakan target utama. Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti tapi ada beberapa factor yang dianggap mencetuskan penyakit ini yaitu factor genetic, hormone sex, protein heat shock(HSP) dan beberapa factor resiko.
a.       Factor genetic
Terdapat interaksi yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan. Factor grnrtic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor nuclear factor kappa B. gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada AR.
b.      Hormone sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormone sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini.
c.       Protein heat shock (HSP)
HSP adalah keluarga protein yang di produksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon homolog terhadap stress. Protein ini mengandung untaian asam amino. HSP tertentu manusia dan HSP mikobaktrium tuberculosis mempunyai 65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibody dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi kemiripan molekul (molecular mimicry).
d.      Factor resiko
Factor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok, sering mengonsumsi kopi decaffeinated.

4.4. PATOGENESIS
· Patogenesis

Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradangan kronik yang menyebabkan degenerasi jaringan ikat. Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi secara terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon. Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik menyebabkan hipertropi dan penebalan pada membran sinovium, terjadi hambatan aliran darah dan nekrosis sel dan inflamasi berlanjut  
Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki fungsi antara lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun, infeksi, kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang membeku dan proses penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat, kelebihan sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat inflamasi AR. Sitokin yang berperan penting pada AR antara lain adalah IL-1, IL-6, TNF-α dan NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi dan berbagai manifestasi sistemik
Leukosit adalah bagian sistem imun tubuh yang secara normal dibawa ke sinovium dan menyebabkan reaksi inflamasi atau sinoviositis saat antigen berkenalan dengan sistem imun. Elemen-elemen sistem imun (gambar 1) dibawa ke tempat antigen, melalui peningkatan suplai darah (hiperemi) dan permeabilias kapiler endotel, sehingga aliran darah yang menuju ke lokasi antigen lebih banyak membawa makrofag dan sel imun lain.

Saat inflamasi leukosit berfungsi menstimulasi produksi molekul leukotriens, prostaglandin (membuka pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah) dan NO (gas yang berperan dalam fleksibilitas dan dilatasi pembuluh darah, dalam jumlah yang tinggi merupakan substansi yang berperan besar pada berbagai kerusakan AR) (Visioli 2002).
Peningkatan permeabilitas vaskular lokal menyebabkan anafilatoksin (C3, C5). Local vascular pada endotel melepas NO dengan vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskular, ekspresi molekul adhesi pada endothel, pembuluh darah, ekspresi molekul MHC kelas II dan infiltrasi sel neutrofil dan makrofag
(Sumber: Arthritis research & therapy,2007)






Gambar 1. Mekanisme inflamasi yang terlibat dalam proses AR





Inflamasi sinovial dapat terjadi pada pembuluh darah, yang menyebabkan hiperplasia sel endotel pembuluh darah kecil, fibrin, platelet dan inflamasi sel yang dapat menurunkan aktivitas vaskuler pada jaringan sinovial. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan berakibat pada peningkatan metabolisme yang memacu terjadinya hipertropi (bengkak) dan hiperplasia (membesar) dan sel dalam keadaan hipoksia (gambar 2). Sel yang hipoksia dalam sinovium berkembang menjadi edema dan menyebabkan multiplikasi sel sinovial. Sel pada sinovium tumbuh dan membelah secara abnormal, membuat lapisan sinovium menebal, sehingga sendi membesar dan bengkak
(Sumber: Arthritis research & therapy,2007)
Gambar 2. Perbandingan sel normal dan kondisi hipoksia
Berkembangnya fase penyakit, ditunjukkan dengan penebalan synovial membentuk jaringan yang disebut panus. Panus adalah lembaran/lapisan yang menebal membentuk granulasi. Panus dapat menyebar ke dalam sinovium sendi dan bersifat destrukstif terhadap elemen sendi).
Interaksi antara antibodi dan antigen menyebabkan perubahan komposisi cairan sinovial, cairan sinovial kurang mampu mempertahankan fungsi normal dan bersifat agresif-destruktif. Respons dari perubahan dalam sinovium dan cairan sinovial, menyebabkan kerusakan sejumlah besar sendi dan jaringan lunak secara bertahap berdasarkan fase perkembangan penyakit (tabel 1)
Destruksi yang terjadi pada tulang menyebabkan kelemahan tendon dan ligamen, perubahan struktur tulang dan deformitas sendi sehingga mempengaruhi aktivitas harian dan menghilangkan fungsi normal sendi. Destruksi dapat terjadi oleh serangan panus (proliferasi sel pada lining sinovial) ke subkodral tulang. Destruksi tulang menyebabkan area hialin kartilago dan lining synovial tidak dapat menutupi tulang, sendi dan jaringan lunak.
Tahap lebih lanjut, terjadi kehilangan struktur artikular kartilago dan menghasilkan instabilitas terhadap fungsi penekanan sendi, menyebabkan aktivitas otot tertekan oleh destruksi tulang, lebih jauh menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sendi yang bersifat ireversibel dan dapat terjadi perubahan degeneratif terutama pada densitas sendi. Destruksi dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi secara signifikan, ditandai dengan ketidak stabilan sendi.



BAB V
KESIMPULAN
            Pada kasus pasien wanita ini, keluhan nyeri pada persendian jari-jari tangannya yang disertai pembengkakan dan inflamasi menunjukkan gejala rematik, yang mengacu kepada Reumathoid Artritis. Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan sejumlah indicator Reumathoid Artritis, walaupun skor berdasarkan klasifikasi ACR-EULAR 2010 belum menunjukkan angka 6. Gejala reumatik yang ditimbulkan lebih dikarenakan adanya pemicu berupa infeksi bakteri tuberculosis, sehingga tatalaksana pada pasien ini adalah bersifat simtomatik untuk menyembuhkan tuberkulosisnya serta gejala nyeri, namun tidak diberikan TNF blocker karena mengurangi daya opsonisasi pada pathogen tuberculosis.


BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. In: Suarjana I.N. Artritis Reumatoid. Edisi ke-5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. P. 2495-2513.
American College of Rheumatology. 1987 Criteria for the Classification of Acute Arthritis of Rheumatoid Arthritis. Diunduh dari: http://www.rheumatology.org. Diakses 23 september 2012
American College of Rheumatology. The 2010 ACR-EULAR classification criteria for rheumatoid arthritis. Diunduh dari: http://www.rheumatology.org. Diakses 23 september 2012
Daud R. Artritis rheumatoid. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p. 1174.
  Daud R. Artritis rheumatoid. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p. 1208.
 Daud R. Artritis rheumatoid. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p. 1195.
Abbas KA, Lichtman AH. Basic Immunology. 2nd ed. Philadelphia: Independences Square West; 2004. p. 182.
Helbert M. Flesh and Bones of Immunology. Elseiver’s Health Sciences Right Departement; 2006. p. 82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar